Jumat, 09 Agustus 2013

Kami Bangga Menjadi Muslim Berbudaya Indonesia

Aku sedih melihat tradisi Lebaran di Indonesia, seperti saling minta maaf, mengucapkan "Minal Aidzin Wal Faidzin" dan lainnya, dicemooh serta dinilai 'tidak Islami' melalui pesan SMS, BBM, atau lainnya.

Dalam kasus ini budaya Arab, sejak jaman Nabi hingga sekarang, dijadikan referensi dalam menilai bahwa suatu tradisi bersifat Islami atau tidak. Karena budaya saling memaafkan saat hari raya Idul Fitri tidak ada referensinya di jaman Nabi, maka hal ini dinilai tidak Islami dan tidak perlu dilakukan oleh umat Islam di Indonesia.

Tapi tunggu dulu. Bukankah saling memaafkan, makan ketupat, pukul bedug, hingga mengucapkan Minal Aidzin Wal Faidzin adalah tradisi bangsa Indonesia yang sama sekali tidak bertentangan dengan akidah agama Islam? Kenapa kita harus mengikuti anjuran sekelompok orang yang mengajak kita untuk meninggalkan tradisi bangsa yang bermakna baik dan sejalan dengan semangat Islam secara keseluruhan? Kenapa Islam harus identik dengan budaya Arab, kenapa kita tidak mengidentifikasikan Islam sebagai budaya Indonesia? Bukankah anjuran semacam ini tidak memberi nilai tambah apapun dalam kehidupan bernegara di Indonesia?

Aku pikir, kita sebagai bangsa Indonesia harus bangga dengan tradisi yang kita miliki, selama tradisi tersebut bersifat baik dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Seharusnya kita harus bangga karena telah berhasil menyerap dan menyesuaikan budaya Islam ke dalam budaya Indonesia dalam bentuk tradisi yang baik. Kita tidak perlu berusaha meng-Arab-kan diri kita agar menjadi muslim yang baik. Tanpa mengecilkan budaya bangsa lain, namun kita harus bangga dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam budaya bangsa Indonesia. Budaya bangsa Indonesia lebih sesuai bagi bangsa kita untuk menuju jalan Islam sebagai seorang muslim sejati.

Kita harus berani berkata: "Kami bangga menjadi Muslim Berbudaya Indonesia".